Enam Tahun Terlunta di Ibu Kota, Almijan akan Kembali ke Palangka Raya

232

 

INFOBORNEO, Palangka Raya – Enam tahun bukan waktu yang singkat untuk hidup dalam ketidakpastian. Itulah yang dialami oleh Almijan, warga Jalan Pelatuk 7 Dusun Palangka, Kelurahan Jekan Raya, Kota Palangka Raya, yang akhirnya dipulangkan dari Panti Sosial Dinas Sosial (Dinsos) Jakarta setelah bertahun-tahun menjalani perawatan fisik dan psikis akibat kondisi hidup yang tidak layak di ibu kota.

Tahun 2019 menjadi titik balik kehidupan Almijan. Ia berangkat ke Jakarta bersama dua rekannya—seorang dari Garut dan seorang lagi dari Bandung—dengan harapan bisa mencari pekerjaan dan mengubah nasib. Namun takdir berkata lain. Setelah 20 hari bersama, pada hari ke-21, Almijan ditinggalkan sendirian di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur.

Nasib nahas menimpanya. Dalam kondisi terlantar, ia terjaring razia Satpol PP dan dibawa bersama beberapa orang lainnya ke Panti Sosial Cipayung. Di sanalah ia mulai menjalani kehidupan yang berbeda, jauh dari kampung halaman, jauh dari keluarga yang mungkin bertanya-tanya tanpa tahu harus mencari ke mana.

Setelah beberapa waktu di Panti Cipayung, Almijan dipindahkan ke Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 di Daan Mogot, Jakarta Barat. Di tempat inilah, selama hampir enam tahun penuh, ia mendapatkan perawatan intensif. Luka fisik dan batin yang dibawanya secara perlahan dirawat hingga pada tahun 2025, dokter menyatakan ia telah sembuh.

Namun penyembuhan itu belum sepenuhnya bermakna bila ia tidak bisa pulang. Maka pihak Panti berupaya mencari keluarganya. Setelah menelusuri informasi yang ada, alamat keluarga di Palangka Raya berhasil ditemukan. Tapi lagi-lagi tak mudah—keluarga tak mampu menanggung biaya pemulangan karena keterbatasan ekonomi.

Dalam keheningan yang menyesakkan, pihak Panti menghubungi Caritas Indonesia untuk meminta bantuan. Respon cepat datang. Caritas Indonesia meneruskan permintaan itu ke Caritas Palangkaraya untuk memverifikasi alamat keluarga dan memastikan rencana pemulangan. Tiket akhirnya dapat diusahakan, dan seorang pendamping ditugaskan menemani Almijan.

Adalah Suster Kristina Fransiska dari Bagian Tindak Pidana Perdagangan Orang, Caritas Indonesia, yang akan mendampingi kepulangannya pada Kamis, 26 Juni 2025. “Tadi siang saya sudah bertemu dengan Pak Almijan,” ucap Sr Kristina lirih. “Dia semangat waktu saya bilang… saya antar Bapak pulang.” Dalam pertemuan itu, Almijan masih dengan jelas mengingat nama kakaknya, abang iparnya, dan keponakan-keponakannya.

Perlahan, semangat hidup yang lama terpendam mulai muncul. Sebelum berpisah, Sr Kristina bahkan mengingatkan Pak Almijan untuk tak lupa menunaikan salat lima waktu. “Agar rencana pulang dan perjalanan menuju Palangka Raya diberi kelancaran,” katanya tulus.

Kisah Almijan bukan hanya tentang perjalanan fisik dari ibu kota ke kampung halaman, tapi juga tentang pengembalian martabat yang sempat tercerabut. Ia adalah potret dari banyak jiwa yang terpinggirkan di sudut kota besar, yang bertahan bukan karena kekuatan, tapi karena harapan kecil yang tak pernah padam.

Dengan langkah tertatih namun pasti, Pak Almijan akan menginjak tanah kelahirannya kembali. Ia tak membawa harta, tapi membawa pelajaran—bahwa rumah selalu ada, meski harus menunggu enam tahun dan segenggam keberanian untuk kembali pulang.(Redaksi)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.